Dari Abu Qotaadah radhiallahu 'anhu :
membayarnya. yang demikian
itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih
dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu.
(Tulislah mu'amalahmu itu),
kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di
antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak
menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah
penulis dan saksi saling sulit menyulitkan.
jika kamu lakukan (yang
demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu.
dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha
mengetahui segala sesuatu" (QS Al-Baqoroh : 282)
Kedua : Dengan mencatat hutang piutang maka akan mendatangkan kemaslahatan.
- Dengan mencatat piutang, apabila kita meninggal, piutang tersebut akan
dimanfaatkan oleh ahli waris kita, sehingga dimasukkan dalam harta
warisan
- Dengan mencatat hutang, apabila kita meninggal maka ahli waris kita
akan melunasi hutang kita dari harta peninggalan kita, atau ada kerabat,
atau sahabat, atau orang lain yang mau berkorban melunasi hutang kita.
Tentunya hal ini akan sangat mengurangi beban kita di akhirat
Ketiga : Jangan pernah malu untuk menagih hutang. Justru kalau kita
sayang kepada orang yang berhutang maka hendaknya kita menagih hutang
tersebut darinya. Karena kalau kita malu menagih hutang bisa menimbulkan
kemudorotan bagi kita dan juga baginya, diantaranya :
- Kita jadi dongkol terus jika bertemu dengan dia, bahkan bisa jadi kita
terus akan menggibahnya karena kedongkolan tersebut, padahal kita
sendiri malu untuk menagih hutang tersebut.
- Jika kita membiarkan dia berhutang hingga meninggal dunia maka ini tentu akan memberi kemudorotan kepadanya di akhirat kelak
Keempat : Ingatlah…, jika hutang tidak dibayar di dunia maka akan
dibayar di akhirat dengan pahala, padahal pada hari tersebut setiap kita
sangat butuh dengan pahala untuk memperberat timbangan kebaikan kita.
Hari akhirat tidak ada dinar dan tidak ada dirham untuk membayar hutang
kita !!
Kelima : Jangan pernah meremehkan hutang meskipun sedikit. Bisa jadi di
mata kita hutang 100 ribu rupiah adalah jumlah yg sedikit, akan tetapi
di mata penghutang adalah nominal yang berharga dan dia tidak ridho
kepada kita jika tidak dibayar, lantas dia akan menuntut di hari kiamat.
Keenam : Jangan pernah berhusnudzon kepada penghutang. Jangan pernah
berkata : "Saya tidak usah bayar hutang aja, dia tidak pernah menagih
kok, mungkin dia sudah ikhlaskan hutangnya"
Ketujuh : Jika punya kemampuan untuk membayar hutang maka jangan pernah
menunda-nunda. Sebagian kita tergiur untuk membeli barang-barang yang
terkadang kurang diperlukan, sehingga akhirnya uang yang seharusnya
untuk bayar hutang digunakan untuk membeli barang-barang tersebut,
akhirnya hutang tidak jadi dibayar.
Kedelapan : Jangan menunggu ditagih dulu baru membayar hutang, karena
bisa jadi pemilik piutang malu untuk menagih, atau bisa jadi dia tidak
menagih tapi mengeluhkanmu kepada Allah.
نَامَتْ عُيُوْنُكَ وَالْمَظْلُوْمُ مُنْتَبِهُ يَدْعُو عَلَيْكَ وَعَيْنُ اللهِ لَمْ تَنَم
"Kedua matamu tertidur sementara orang yang engkau dzolimi terjaga…
Ia mendoakan kecelakaan untukmu, dan mata Allah tidaklah pernah tidur"
Kesembilan : Berhutang kepada orang lain –jika memang mendesak- bukanlah
perkara yang tercela. Bukankah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
meninggal dalam kondisi memiliki hutang kepada seorang Yahudi karena
menggadaikan baju perang beliau??
Dari Aisyah radhiallahu 'anhaa
أن النبي صلى الله عليه وسلم اشترى من يهودي طعاما إلى أجل معلوم وارتهن منه درعا من حديد
"Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membeli makanan dari
seorang yahudi dengan berhutang dan beliau menggadaikan baju perangnya
dari besi" (HR Al-Bukhari no 2252 dan Muslim no 1603)
Akan tetapi perhatikanlah…, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidaklah
berhutang kecuali dalam kondisi terdesak…untuk membeli makanan !!!.,
bukan untuk membeli perkara-perkara yang tidak mendesak !!.
Lalu lihatlah…Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidaklah berhutang
kecuali karena memang beliau sudah tidak punya sesuatupun yang bisa
digunakan untuk membeli makanan, hingga akhirnya yang digadaikan adalah
baju perang beliau??.
Kesepuluh : Jika seseorang harus berhutang maka perbaiki niatnya,
bahwasanya ia akan mengmbalikan hutangnya tersebut, agar ia dibantu oleh
Allah.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata ;
من أخذ أموال الناس يريد أداءها أدى الله عنه ومن أخذ يريد إتلافها أتلفه الله
"Barang siapa yang mengambil harta manusia/orang lain dengan niat
untuk mengembalikannya maka Allah akan menunaikannya. Akan tetapi
barangsiapa yang mengambil harta orang lain dengan niat untuk merusaknya
maka semoga Allah merusaknya" (HR Al-Bukhari no 2387)
Kesebelas : Jika merasa tidak mampu membayar hutang dalam waktu dekat
maka janganlah sampai ia berjanji dusta kepada penghutang. Sering kali
hutang menyeret seseorang untuk mengucapkan janji-janji dusta, padahal
dusta merupakan dosa yang sangat buruk
Kedua belas : Jika seseorang telah berusaha untuk membayar hutang namun
ia tetap saja tidak mampu, maka semoga ia diampuni oleh Allah.
Al-Qurthubi rahimahullah berkata:
لكن هذا كله إذا امتنع من أداء الحقوق
مع تمكنه منه، وأما إذا لم يجد للخروج من ذلك سبيلاً فالمرجو من كرم الله
تعالى إذا صدق في قصده وصحت توبته أن يرضي عنه خصومه
"Akan tetapi hal ini (tidak ada ampunan bagi yang berhutang-pen)
seluruhnya jika orang yang berhutang tidak mau menunaikan hak orang lain
padahal ia mampu. Adapun orang yang tidak memiliki kemampuan untuk
membayar hutang, maka diharapkan dari karunia dan kedermawanan Allah,
jika ia jujur dalam tujuannya (untuk membayar hutang-pen) dan taubatnya
telah benar maka Allah akan menjadikan musuhnya (yang memberikan
piutang) akan ridho kepadanya" (Dalil Al-Faalihin 2/540)