Mohammad Shaikh yang saat ini telah berusia 70 tahun, sebelumnya merupakan pemeluk agama Hindu dan dengan tanpa ada paksaan akhirnya memutuskan untuk memeluk Islam. Saat ini beliau menjadi ketua Masjid Jami’ Wali Allah dan Madrasah Islam Aisha Ta’limul Quran, sebuah lembaga untuk memfasilitasi para muallaf.
Penampilan Mohammad Shaikh sangat khas, sering terlihat membawa tongkat untuk membantunya berjalan. Sebuah selendang kafiyeh warna merah putih diletakkan di bahunya saat memberikan ceramah dan petunjuk untuk non muslim di sana.
Mohammad Shaikh telah mewakafkan sembilan hektar tanah untuk disumbangkan kepada para muallaf untuk mendirikan tenda dan menginap agar terhindar dari intimidasi dan tidak menjadi tunawisma.
Sumber bersamaislam.com menyebutkan bahwa, Mohammad Shaikh pada awalnya ia harus mempelajari Al-Quran secara rahasia untuk menghindari kesalahpahaman bila ia terlihat memegang Al-Quran oleh para muslimin saat itu. Lucunya, dia memulai puasa diam-diam dan sebenarnya dia sedang memulai puasa sehari sebelum Ramadhan dimulai.
Ibu Mohammad Shaikh mulai melihat gelagat anaknya akan pindah ke agama lain. Dia berpikir jika ia dinikahkan, ia tidak akan berpindah agama. Akhirnya pada umur 15 tahun pernikahannya dilangsungkan dan tanpa waktu yang lama ia telah memiliki empat anak perempuan dan delapan anak laki-laki.
Namun ketertarikannya kepada Islam tidak hanya sebatas itu. Saat dipenuhi rasa ingin tahu tersebut, ia bertemu dengan seorang guru Islam bernama Sain Mohammad Jagsi, yang menyuruhnya mempelajari Al-Qur’an dan Hadist.
Untungnya, paman Mohammad Shaikh berpikiran sama dengannya dan mereka saling memberi kekuatan. Mohammad Shaikh sampai menahan putrinya menikah dengan seorang Hindu seperti yang telah ia rencanakan, karena ia teringat akan sulit mengislamkan bila sudah menikah.
Setelah berani mengumumkan bahwa ia telah memeluk agama Islam, Deen Mohammad Shaikh mulai merencanakan misi untuk berdakwah kepada pemeluk Hindu lainya. Mohammad Shaikh memulai dakwahnya tetangga di belakang belakang rumahnya, sampai ke keluarga besar.
Saat menjalankan misi dakwahnya ini Mohammad Shaikh dipertemukan dengan orang kaya dan berkuasa di kota Matli dan bersedia membantunya membuka jalan. Dermawan tersebut adalah seorang pensiunan tentara Pakistan bernama Sikandar Hayat, pemilik pabrik gula di Matli. Ia menawarkan uang dengan jumlah yang besar kepada Shaikh, namun ditolak. Sebaliknya, ia mendesak Hayat untuk memberikan pekerjaan untuk beberapa orang yang baru hijrah. Akhirnya Hayat menyanggupinya dan terus memberikan bantuan bersama putrinya.
Saat ini nama Mohammad Shaikh sudah dikenal telah tersebar ke seluruh Matli dan orang-orang mulai datang kepadanya hingga dari kota yang jauh seperti Balochistan, termasuk penganut semua agama dan sekte, yang ingin hijrah. Kemudian sebuah masjid kecil dibangun di kompleks perumahannya dengan beberapa kamar di mana anak-anak yang kebanyakan perempuan, diajarkan bagaimana melafazkan doa-doa dan membaca Al-Quran.
Meskipun tercatat sudah 108.000 orang yang sudah masuk Islam, Mohammad Shaikh merasa masih belum puas dengan prestasinya. Dia ingin semua orang didunia menjadi Muslim dan belajar dari teladan Rasulullah SAW.
Di waktu luang ia juga ikut menghadiri sidang tahunan Jamaah Tabligh di kota Raiwind