Berdakwah - Dalam sebuah hadits yang masyhur,
ada sebuah kabar yang seharusnya membuat kita termenung dalam-dalam. Mengabarkan tentang hisab di akhirat, hadits ini menyebutkan tiga pelaku kebaikan yang justru dimasukkan ke dalam neraka.
ada sebuah kabar yang seharusnya membuat kita termenung dalam-dalam. Mengabarkan tentang hisab di akhirat, hadits ini menyebutkan tiga pelaku kebaikan yang justru dimasukkan ke dalam neraka.
Sumber: Kiblat.net |
Mereka
adalah orang yang berjuang di jalan Allah Ta’ala (mujahid), orang
berderma dengan harta yang dimiliki, dan orang yang mengajarkan
ilmunya.
Terhadap mujahid, Allah Ta’ala menyampaikan pertanyaan, “Apa yang telah kau lakukan?”
Mujahid
ini mengaku telah mengerahkan harta dan jiwanya untuk berjuang di
jalan Allah Ta’ala, lalu terbunuh sebagai seorang mujahid.
Akan
tetapi, Allah Ta’ala menolak pengakuan sang mujahid. Pasalnya,
laki-laki ini tidak berjuang karena Allah Ta’ala di jalan-Nya. Dia
hanya berjuang agar dikenal sebagai seorang pemberani. Dia ikut
berperang hanya agar disebut sebagai orang yang kuat.
Lantaran
salah niat itulah, Allah Ta’ala memerintahkan agar laki-laki ini
dijebloskan ke dalam neraka yang siksanya amat pedih dan menyesakkan
dada.
Sebaliknya,
jika bukan karena keduanya, kita hanya akan mendapatkan sesuai apa
yang diniatkan. Jika jihad karena wanita, kita akan diberi wanita, tapi
tiada bagian bagi kita di akhirat kelak. Andai berjihad hanya karena
ingin disebut sebagai orang yang kuat dan pemberani, julukan itulah
yang akan kita dapatkan, dan tak ada balasan di akhirat, melainkan
siksa di neraka lantaran beramal bukan karena Allah Ta’ala dan
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Niat
adanya di awal, pertengahan, dan setelah beramal. Karenanya, niat
menjadi soalan yang kompleks. Tak semudah dalam mengucapkan atau
menuliskannya.
Niat
juga urusan hati. Hanya antara pelaku dengan Allah Ta’ala. Tiada yang
bisa mengetahui. Bahkan, orang yang tidak ikhlas bisa berpura-pura
ikhlas dengan melatih ekspresi tubuh. Sukar, tapi bisa dilatih seiring
kebiasaan dan berjalannya waktu.
Niat
juga dekat dengan riya’ atau syirik. Jika urung beramal karena
manusia, maka ianya disebut riya’, dan disebut syirik jika beramal
karena manusia. Yang demikian ini sebagaimana dijelaskan oleh sang
‘alim Fudhail bin ‘Iyadh Rahimahullah.
Sebagi
pelajaran, jangan jadikan riwayat ini sebagai alasan untuk tidak
beramal. Sebab keikhlasan akan hadir seiring bertambahnya ilmu dan
kuantitas serta kualitas dalam beramal. Semakin banyak, insya Allah
semakin baik jika kita senantiasa belajar.
Mudah-mudahan Allah Ta’ala memberikan karunia keikhlasan kepada kita. Aamiin.
Sumber: Kisahikmah.com